Jakarta – Perbuatan keji Juhariah (45) dan Silvia Nur Alvian (22) terlalu sadis pada Asep Saepudin (43). Ayah tiga anak ini direngut nyawanya saat tidur. Silvia Nur Alvian sebagai anak tertua jengkel pada ayahnya, karena hubungan cintanya dengan Hagistko Pramada tidak direstui. Sementara Juhariah merasa suaminya itu terlalu pelit dan tidak merasa rumahtangganya sudah tidak harmonis.
Peristiwa yang menggemparkan Kampung Serang RT 03, Rw 04, Desa Taman Rahayu, Kabupaten Bekasi membuat warga tidak menyangka perbuatan Juhariah dan Silvia Nur Alvian. Ibu dan anak kandung ini, begitu sadis membunuh kepala keluarga yang semasa hidupnya dikenal baik di lingkungan tempat tinggalnya.
Bahkan Asep Saepudin sering bersosialisasi dengan warga. Baik kegiatan lingkungan maupun bermain olahraga. Beda dengan istrinya lebih banyak diam di rumah.
Karena itu, Warga tidak yakin dengan keterangan tersangka, bahwa kematian Asep Saepudin karena tertimpa lemari baju. Dan sebelumnya sempat cekcok dengan Juhariah, lantaran Asep Saepudin ketahuan selingkuh dan mengirimkan uang ke wanita lain.
Terlebih saat dilihat oleh Ahmad Wahyudi sebagai adik kandung Asep Saepudin, beberapa bagian tubuh almarhum terdapat luka mencurigakan. Seperti dibagian leher terlihat jelas bekas cekikan tangan, maupun luka lebam di mata kanan serta luka robek di bibir atas.
Atas kecurigaan itu, kuburan Asep Saepudin dibongkar. Dari serangkaian pemeriksaan autopsi, meninggalnya boss aseksoris itu karena dibunuh. Dan pelakunya Juhariah – Silvia Nur Alvian serta Hagistko Pramada selaku pacar Silvia Nur Alvian.
Semula pelaku dalam pemeriksaan Polsek Setu membantah tuduhan itu. Namun ketiga tersangka gelagapan menjawab, saat penyidik menyodorkan bukti transfer dana dari rekening bank milik Asep Saepudin ke rekening Silvia Nur Alvian senilai 53 juta rupiah, di jam berdekatan dan di tanggal yang sama saat Asep Setiawan meninggal dunia.
“Saya diberitahu oleh kakak ipar (dari keluarga Juhariah) jam 11.50 di tanggal 27 Juni (2024), kalau kakak saya (Asep Saepudin) meninggal dunia. Langsung saya datang ke rumahnya (Asep Saepudin),” Ahmad Wahyudi.
Namun Ahmad Wahyudi tidak melaporkan kecurigaannya pada ke polisi meninggalnya Asep Saepudin saat itu. Baru 15 hari kemudian, pihak keluarga Asep Saepudin melaporkan ke polisi, dengan membawa sejumlah bukti kematian tidak wajar Asep Saepudin.
Beda Alasan tersangka
Silvia Nur Alvian yang merupakan anak tertua dari tiga bersaudara, akhirnya mengakui perbuatannya telah menghilangkan nyawa ayah kandungnya. Ia pun menyeret Juhariah dan Hagistko Pramada turut serta melakukan penganiayaan pada Asep Saepudin sampai meninggal dunia.
Diakui Silvia Nur kejengkelannya pada Asep Saepudin sudah begitu memuncak. Karena ayah kandungnya tidak menyetujui hubungan cintanya dengan Hagistko Pramada. Padahal telah berjalan 4 tahun.
Senada dengan kekasihnya, Hagistko Pramada yang tinggal di perumahan Harvest Cibubur, juga tersulut emosi. Sehingga tidak mereka tidak merasa nyaman menjalin hubungan kasih.
Akhirnya setelah didukung oleh Juhariah, salah satu jalan terakhir adalah membuat Asep Saepudin meninggal. Dan mencari cara agar kematiannya dianggap wajar nantinya.
Namun upaya meracuni Asep gagal dua kali. Yakni dengan mencampur detergen ke minuman Asep. Seperti diungkap Ahmad Wahyudi, “Asep pernah bilang mual setelah minum Florida. Saya bilang mungkin sudah basi minuman itu.”
Lantaran tidak ada cara lain. Ketiga tersangka merancang membunuh Asep Saepudin saat tertidur. Persisnya Asep Saepudin tertidur, usai membawa anak istrinya jalan keluar rumah menikmati makan malam.
Dan hari itupun menjadi malam terakhir Asep. Saat tertidur, ketiga tersangka mengeroyok Asep Saepudin. Setelah kepala dan wajah Asep Saepudin dipukul dengan helm, Juhariah dan Hagistko Pramada bersamaan mencekik leher almarhum.
“Alasan istrinya (Juhariah) karena korban pelit. Hanya dikasih 100 ribu setiap minggu. Selain rumahtangga sudah tidak harmonis. Para pelaku dijerat dengan Pasal 44 ayat 3 juncto Pasal 5 UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga, Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, dan Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukuman yang dihadapi termasuk hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara hingga 20 tahun,” papar Kombes Twedi Aditya Bennyahdi selaku Kapolres Metro Bekasi Kombes.
Joko/red